Minggu, 13 Februari 2011

PONPES DALAM PERUT BUMI

Pondok pesantren (Ponpes) Syeh Maulana Mahgrobi ini boleh dikata pesantren yang 'nyleneh' sekaligus langka di tanah air. Ponpes yang berada di Dusun Wire Desa Kedungombo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jatim ini dalam melakukan proses belajar-mengajar keagamaannya tidak berada di lingkungan pesantren, melainkan di perut bumi alias berada dalam lorong goa. Kenapa begitu? ''Semua ayat suci dari kitab-kitab suci di zaman nabi-nabi, diturunkan Allah di bawah tanah,'' ujar Pimpinan Ponpes Syekh Maulana Mahgrobi, KH Subhan Mubaroq (57)

Dia segera menyebutkan bahwa pada zaman Nabi Musa AS hingga Nabi Muhammad SAW semua wahyu yang diterimanya saat berada dalam goa. Merujuk penerimaan wahyu itu, jelas Kiai Subhan, dirinya kemudian ingin mengajarkan ilmu keagamaan berada di dalam goa. ''Saya ingin memberikan ilmu keagamaan secara murni kepada para santri. Tentunya, melalui tempat di bawah tanah ini seperti turunnya wahyu-wahyu yang diterima para nabi itu,'' katanya. Kendati lokasi pesantren berada di lorong goa, bukan berarti ajaran keagamaan yang diberikan kepada para santrinya beraroma mistis.

Namun, kyai kharismatik yang berdomisili di Desa Panyuran, Kecamatan Palang, Tuban, ini lebih menekankan pengajaran ilmu Alqur-an dan hadist. Luas Ponpes Syekh Maulana Mahgrobi yang berada dalam bawah tanah sekitar tiga hektare. Lorong goa itu khusus dipakai untuk kegiatan mengaji, istighosah, dan kuliah subuh. Sedangkan penginapan para santri dibangun di atasnya. Untuk santri putra disiapkan dua lantai dengan luas bangunan 7 x 15 meter persegi dan santri putri menempati bangunan 7 x 20 meter persegi di sisi barat mulut goa.

Ponpes dalam perut bumi yang dibangun tahun lalu, itu kini telah mulai dibanjiri santri. Sudah mencapai ratusan orang yang ingin nyantri di ponpes ini. ''Saya belum membuka pondok bawah tanah ini. Untuk sementara, santri itu kita tampung di rumah,'' ungkapnya. Menurut Kiai Subhan, pembangunan Ponpes Syekh Maulana Mahgrobi atas 'kehendak' Allah. Syahdan, sebelum membebaskan tanah yang semula berstatus tanah negara itu, ia memperoleh 'petunjuk ghaib' dari Syeh Maulana Magrobi, seorang guru besar para wali di tanah Jawa silam. Dalam petunjuknya, ia diminta untuk merawat goa yang berada di wilayah Dusun Wire.

''Sebelumnya, saya sempat semedi tiga hari di atas goa ini untuk meminta petunjuk,'' ungkap Kiai Subhan, yang mengaku selama 15 tahun sejak usia 9 tahun nyantri dari pondok ke pondok di tanah Jawa. Kemudian, Kiai Subhan pun membebaskan lahan seluas tiga hektare kawasan yang 'ditunjuk' itu. Tanah yang dibebaskan ternyata di dalamnya terdapat lorong-lorong goa yang luas. Lorong-lorong goa itu pula yang selanjutnya dikemas menjadi sarana mengaji; Ponpes Syeh Maulana Mahgrobi. Pesantren dalam goa ini memiliki pesona yang eksotis. Terdapat ragam stalagtit dan stalagmit yang sudah mengering dan menjadi batuan kapur. Tak lagi meneteskan air. Begitu masuk pintu utama goa (dari arah barat--red), dalam jarak sekitar 8 meter terdapat lorong luas yang tembus cahaya karena terdapat lobang.

Di lahan sekitar 4 x 7 meter persegi ini telah dibangun semacam taman. Taman ini nampak asri. Apalagi di sana dialiri air yang bersumber dari PDAM Tuban. Sedangkan bagian kanan taman, terpampang dua pintu masuk lorong yang telah dipugar dengan arsitektur Jawa. Pintu bagian barat, merupakan pintu masuk ke ruang istighosah. Pintu bagian timur yang dihimpit bebatuan merupakan pintu menuju ruang pertemuan.

Bagian kiri taman, terdapat lorong yang dipakai untuk dapur umum dan kamar mandi. Dua lorong yang telah berpintu kayu jati ukuran 8 x 50 meter persegi itu, jelas Kiai Subhan, selama ini dipakai untuk acara istighosah. Lorong ini, sebelumnya merupakan Goa Singojoyo yang sebelumnya menjadi tempat semedi para tokoh Islam sebelum Wali Songo. ''Sudah 15 kali tiap malam Jumat, kita pakai untuk istighosah,'' paparnya.

Untuk merehabilitasi goa menjadi pesantren, Kiai Subhan telah menghabiskan dana Rp 180 juta lebih. Jumlah itu belum termasuk biaya pembebasan lahan. Lorong ruang istighosah akan dibagi dua. Salah satu lorong akan dipakai khusus untuk penyembuhan korban narkoba. ''Pak Dr H Bambang Suhariyanto (direktur RSUD Tuban) telah menyanggupi membantu masalah medik dalam penanganan korban narkoba di pondok ini,'' paparnya. Diungkapkan, selama ini di rumahnya sudah 16 orang korban narkoba yang disembuhkan.

Di salah satu lorong, tepatnya sebelah utara pintu masuk, sekarang tengah dibangun masjid di bawah tanah. Masjid ini dinamai Ashabul Kahfie (merujuk pada kisah dalam surat Al Kahfi). Lorong seukuran 25 x 50 meter persegi itu sesuai 'wisik ghaib' dulunya merupakan goa Putri Ayu Sendangharjo. Pembangunan masjid ini sesuai rencana menelan dana sekitar Rp 600 juta. Sisi timur masjid, terdapat lorong lagi yang dipakai khusus untuk pertemuan para kiai. ''Lorong ini cukup untuk pertemuan sekitar 20 orang,'' kata Kiai Subhan.

Sedangkan dari lorong istighosah, tambahnya, terdapat lorong lagi ke arah timur. Di lorong bawah tanah ini juga terdapat pelataran yang cukup untuk bermain sepak bola. Lorong itu disebut Goa Syekh Jangkung. Tokoh ini merupakan suami dari Putri Ayu Sendangharjo, yang juga guru Sunan Kalijaga. ''Lorong-lorong itu kita persiapkan untuk tempat mengaji para santri,'' kata Kiai Subhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar